Senin, 28 Maret 2011

PENDEKATAN KONSELING KLINIKAL

1.    Landasan Teoritis Konseling Klinikal
A.   Latar Belakang Timbulnya Konseling Klinikal
Secara konseptual konseling klinikal sebenarnya telah mulai dirintis oleh Donal G. Paterson pada tahun 1920, dia memusatkan penelitiannya atau studi terutama berpusat pada perbedaan individu dan pengembangan tes. Walaupun demikian, istilah konseling klinikal sering dikaitkan dengan nama Edmund Griffith Wiliamson yang populer dengan konseling direktifnya. Tujuan utama konseling direktif Williamson adalah membantu klien mengganti tingkah laku emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional. Lepasnya tegangan-tegangan (tension) dan diperolehnya insight dipandang sebagai suatu hal yang urgen.
Konseling Klinikal berkembang diawali dari konsep konseling jabatan (vocational counseling), yang menitik beratkan pada kesesuaian pendidikan dengan jabatan (vocational). Konseling jabatan pertama-tama dirintis dan diperkenalkan oleh Frank Parson (1909) yang menekankan kepada tiga aspek penting diantaranya, ialah:
(1). Pemahaman yang jelas tentang potensi – potensi yang dimiliki individu termasuk di dalamnyaialah tentang bakat, minat, kecakapan, kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahannya,
(2). Pengetahuan tentang syarat, kondisi, kesempatan, dan tentang prospek dari berbagai jenis  pekerjaan atau jabatan atau karier,
(3). Penyesuaian yang tepat antara kedua aspek tersebut.

Tonggak yang telah dipancangkan oleh Frank Parson ini adalah merupakan sebagai landasan ilmiah dari studi Paterson dalam rangka mengembangkan alat ukur objektif yang mempunyai tujuan mengetahui kemampuan dan kecakapan yang dimiliki oleh individu. Oleh karena maksud dari konsep dasar ini adalah mengembangkan pendekatan empiris dalam konseling dengan cara menyajikan hubungan nyata antara karakteristik klien dengan jenis pekerjaan dan pendidikan. Maka dari itu konseling klinikal digunakan alat ukur objektif, apakah itu berupa tes maupun non-tes sebagai alat utama.
Istilah klinikal, apakah dalam arti diagnosis klinikal maupun konseling klinikal adalah merupakan kerangka acuan kerja, yang mendasarkan pada kosep bahwa konselor bukan semata-mata penata dan pelaksana tes, tetapi dia juga bekerja menghadapi individu sebagai pribadi seutuhnya. Jadi, ini berarti bahwa konseling klinikal didasari pada pandangan tertentu tentang hakikat manusia.

B.   Pandangan Konseling Klinikal tentang Hakikat Manusia
Pendekatan konseling klinikal yang dikemukakan oleh Williamson adalah bentuk pendekatan yang logis dan rasional ini tidak berorientasi kepada intelektualisme, tetapi berorientasi kepada personalisme, yaitu pendekatan yang memandang secara keseluruhan. Tujuan konseling bukanlah semata – mata mengembangkan kemampuan intelektual, tetapi juga membantu klien untuk meningkatkan kematangan sosial, dan emosionalnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Di dalam konseling klinikal ini hubungan antara konselor dan klien haruslah bersifat kemanusiaan. Masalah manusia sifatnya berkembang dan merupakan hasil konflik dengan lingkungannya, maka dari itu klien harus belajar menggunakan pemecahan masalah yang berorientasi kepada kenyataan yang objektif. Selanjutnya garis besarnya Edmund Griffith Williamson berpendapat bahwa:
(1). Klien pada umumnya rasional, yang harus membuat macam-macam keputusan untuk dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembebtuk kepribadiannya. Bahwa keputusan ini membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang dapat diperolehnya, akan tetapi ia belum memiliki kesempatan untuk menggali dan memilikinya.
(2). Sebagai akibatnya klien membutuhkan untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman informasi teknis yang dapat diberikan oleh seseorang konselor yang memiliki kecakapan dan telah mendapatkan latihan di dalam bidang tersebut, supaya dia membuat suatu keputusan yang memungkinkannya untuk mencapai perkembangan dan kebahagiaan yang optimal sebagai anggota masyarakat.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa tujuan dari konseling adalah perkembangan optimal dari klien di dalam kapasitanya, dan konseling itu sendiri menitikberatkan kepada interaksi antara kepribadian dan kebudayaan sekitarnya.
Berdasarkan uraian tadi secara terperinci pandangan tentang hakikat manusia dalam konseling klinikal adalah diuraikan sebagai berikut:
(a). Pada hakikatnya manusia berusaha menjadi dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kemampuan berfikir dan menggunakan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan dirinya sendiri dan kemajuan umat manusia. Manusia juga dilahirkan memiliki potensi positif dan negatif. Sedangkan tujuan hidup manusia adalah untuk mencari kebaikan dan menghindari keburukan. Ini berarti bahwa seorang konselor harus selalu bersikap optimis, bahwa melalui pendidikan, manusia dapat berkembang dan menemukan dirinya sendiri, dan mampu untuk belajar memecahkan masalah yang sedang dihadapinya terutama apabila dia belajar menggunaka kecakapan-kecakapannya.
(b). Manusia secara potensial memiliki kecenderungan yang negatif, dalam artian tidak bisa mengendalikan diri, karena itu dia tidak memiliki kemampuan untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Guna mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, dia memerlukan orang lain.
(c). Hakikat dari kehidupan yang baik dan kesempatan pribadi adalah dengan penuh rasa kasih sayang.
(d). Manusia harus berusaha untuk menemukan dirinya sendiri, dalam artian mencapai kehidupan yang baik.
(e). Manusia haruslah berusaha untu menciptakan hubungan yang baik antara dirinya sendiri dengan lingkungannya.
(f). Kepribadian seseorang merupakan suatu bentuk kesatuan dari berbagai potensi yang melahirkan tingkah laku yang teratur dan terarah.
(g). Manusia memiliki kepribadian yang unik, artinya mempunyai kepribadian yang berbeda antara seseorang dengan orang lain.
(h). Manusia mencapai kesempurnaan diri yang bersumberkan pada perbedaan pola kecakapan dan potensi yang dimilikinya.

C.  Asumsi Dasar Konseling Klinikal
Proses konseling itu berlangsung dilandasi oleh beberapa asumsi dasar tentang pola hubungan antara konselor dengan klien dan bagaimana keterlibatan serta peranan mereka di dalamnya. Hubungan konseling klinikal antara lain dilandasi oleh beberapa asumsi dasar sebagai berikut di bawah ini:
 (a). Walaupun konseling itu bertujuan untuk membantu individu (klien) mencapai tingkat perkembangan yang optimal, tetapi kehidupan sosial individu dengan segala hambatan dan kekurangannya dalam mencapai tujuan tidaklah diabaikan.
(b). Konseling bukan saja menghargai keunikan atau kekhasan individu, tetapi juga mengakui akan adanya ketergantungan individu yang satu terhadap individu lainnya. Karena individu itu akan bermakna apabila ada kaitannya dengan individu lainnya.
(c). Konseling menganggap kesukarelaan dari individu untuk menerima konseling adalah penting. Tetapi keterbatasan untu menerima konseling secara sekarela pada individu tetap dan selalu ada, karena konselor memiliki tanggung jawab untuk mendorong klien yang memerlukan dan bahkan yang dianggap perlu memperoleh konseling.
(d). Konseling itu diperlukan oleh klien jika klien menghadapi suatu masalah yang tidak dapat diatasi atau tidak dapat dipecahkan sendiri. Jadi, konseling klinikal ini bersifat remedial dan juga menangani klien (siswa) yang mengalami keterlambatan dalam perkembangannya.
(e). Hubungan konseling adalah bersifat netral; terhadap norma dan nilai-nilai yang dianut oleh klien. Walaupun demikian, hubungan konseling tidaklah terlepas dari pengaruh pola berfikir konselor, karena ia mempunya tujuan tertentu.
(f). Tujuan utama dari konseling adalah membatu individu untuk dapat memahami dirinya secara rasional. Ini berarti bahwa tujuan konseling adalah untuk membatu memecahkan masalah yang dihadapi oleh individu, dengan melihat secara objektif berbagai kesulitan yang berasal dari lingungan dalam kaitannya dengan kesulitan yang dihadapi oleh individu itu sendiri.

D.  Tujuan Konseling Klinikal
Tujuan dari pelaksanaan layanan konseling klinikal dapat diuraikan sebagai berikut:
(a). Klien (siswa) yang perlu mendapat bantuan adalah siswa yang mengadapi masalah yang tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri. Untuk dapat membantu siswa dalam memecahkan masalahnya, konselor harus memahami dengan seksama seluk beluk dan liku-liku masalah yang dihadapi oleh siswa sebagai suatu dasar bagi konselor di dalam menentukan teknik atau pendekatan yang tepat. Jadi peranan langkah diagnosis di sini adalah memegang peranan penting.
(b). Karena pada dasarnya konseling klinikal adalah suatu prose personalisasi dan individualisasi, maka tujuan dari konseling adalah untuk membantu sisiwa mempelajari, memahami, dan menghayati dirinya sendiri serta lingkungannya (proses individualisasi), serta melancarkan terjadinya proses pengembangan diri, pemahaman diri, perwujudan cita-cita, dan penemuan identitas dari (personalisasi).
Tujuan lain dari pendekatan konseling klinikal adalah agar individu mampu belajar melihat dirinya sendiri sebagaimana adanya dan mampu untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Untuk mencapai tujuan ini perlu pola yang penuh dengan keakraban, bersahabat, perhatian, dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain perlu ditanamkan dalam proses hubungan konseling.

E.   Langkah – Langkah Konseling Klinikal
Dalam pelaksanaan konseling klinikal, E.G.Willianson menyarankan enam langkah yang harus ditempuh, diantaranya:
(1). Analysis-collecting from a variety of sources the data needed for an adequate understanding of a student;
(2). Synthesis-summaring and organizing the data so that they reveal the student’s assets’s, liabilities, adjustments, dan maladjudtments;
(3). Diagnosis-formulating conclusions regarding the nature and the cause of the problems exhibited by the student;
(4). Prognosis-predicting the future development of the student’s problems;
(5). Counseling-the conselor’s taking steps with the student to bring about adjustment and readjustment for the student; and
(6). follow-up the student with new problems or with recurrences of the original problem and determining the effectiveness of the counseling provide him (Jane Warters, 1964).

Langkah-langkah tersebut secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai berikut di bawah ini:
(a). Analisis
Langkah analisis adalah langkah untuk memahami kehidupan individu, yaitu dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber. Kegiatan pengumpulan data dengan maksud berkenaan dengan bakat, minat, motif-motif, kehidupan emosional serta karakteristik yang dapat menghambat atau mendukung penyesuaian diri dari individu.
Alat-alat yang bisa dipakai untuk mengumpulkan data, diantaranya:
(1). Kartu pribadi (commulative record)
(2). Nilai rapor
(3). Hasil pemeriksaan psikologis
(4). Catatan anekdot
(5). Biografi
(6). Pedoman wawancara
(7). Pedoman observasi
Sedangkan sumber-sumber data yang bida dipakai dalam mengumpulkan data, diantaranya:
(1). Siswa bersangkutan
(2). Teman siswa
(3). Guru mata pelajaran
(4). Wali kelas
(5). Kepala sekolah
(6). Orang tua/wali siswa
(7). Pegawai sekolah
(8). Petugas bimbingan dan konseling
(9). Buku rapor
(10). Daftar absensi siswa
(11). Catatan anekdot
(12). Observasi langsung
(13). Hasil angket, dll.

(2). Sinthesis
Sintesis adalah langkah menghubungkan dan merangkum data. Ini berarti dalam langkah sintesis konselor mengorganisasikan dan merangkum data sehingga tampak jelas gejala atau keluhan-keluhan siswa serta hal-hal yang melatarbelakangi masalah siswa. Rangkuman data haruslah dibuat berdasarkan data yang diperoleh dalam langkah analisis.
(3). Diagnosis
Diagnosis adalah langkah menemukan masalah atau mengidentifikasi masalah. Langkah ini meliputi proses interpretasi data dalam kaitannya dengan gejala-gejala masalah, kekuatan, dan kelemahan siswa. Dalam proses penafsiran data dalam kaitannya dengan perkiraan penyebab masalah konselor/pembimbing haruslah menentukan penyebab masalah yang paling mendekati kebenaran atau menghubungkan sebab-akibat yang paling logis dan rasional. Inti masalah yang diidentifikasi oleh konselor atau pembimbing dalam langkah ini mungkin lebih dari satu.

(4). Prognosis
Prognosis adalah langkah meramalkan akibat yang mungkin timbul dari masalah itu dan menunjukkan perbuatan-perbuatan yang dapat dipilih. Atau dengan kata lain prognosis adalah suatu langkah mengenai alternatif bantuan yang dapat atau mungkin diberikan kepada siswa sesuai dengan masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditemukan dalam rangka diagnosis.

(5). Konseling atau Treatment
Langkah ini merupakan inti pelaksanaan konseling yang meliputi berbagai bentuk usaha, diantaranya: menciptakan hubungan baik antara konselor dan klien, menafsirkan data, memberikan berbagai informasi, serta merencanakan berbagai bentuk kegiatan bersama klien.

Konselor harus selalu ingat bahwa memberikan bantuan melalui hubungan konseling tidaklah selalu terpaku dengan salah satu teknik atau pendekatan konseling, karena pada kenyataannya tidaklah ada satu teknik atau pendekatan yang baku bagi semua klien (siswa). Setiap teknik atau pendekatan mungkin hanya dapat diterapkan kepada klien (siswa) yang menghadapi masalah khusus.

Hal-hal yang mungkin bisa dilakukan oleh konselor untuk memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalahnya melalui koseling klinikal, diantaranya :
(1). Memperkuat konformitas
(2). Mengubah lingkungan
(3). Memilih lingkungan yang memadai
(4). Mempelajari ketrampilan yang diperlukan
(5). Mengubah sikap
Sedangkan pemberian bantuan melalui konseling klinikal menurut E.G. Williamson dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik konseling, sebagai berikut :
(1). Pembentukan Rapport
Komunikasi antara konselor dan klien akan lebih mudah apabila sudah terbentuk hubungan baik (rapport). Karena rapport itu merupakan dasar untuk membentuk kepercayaan dan pengertian antara konselor dengan klien. Tanpa rapport yang baik tidak mungkin dilakukan kerjasama antara konselor dan klien. Dalam membentuk rapport yang baik, konselor menggunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa klien. Klien harus dibiarkan bicara dengan caranya sendiri dan pada waktu bersamaan, konselor memisahkan semua informasi yang relevan dengan diagnosis. Dalam membentuk rapport ini klien mungkin membutuhkan suatu dukungan (support) atau simpati-simpati tertentu yang pada dasarnya untuk memastikan bahwa konselor ada bersamanya, menerima dan mengerti dirinya atau dengan kata lain konselor atau pembimbing bersikap baik, menerima dan memperlakukan klien sebagaimana adanya atau sebagai seorang pribadi.
(2). Membantu klien (siswa) meningkatkan pemahaman diri, menerima dan memperlakukan klien sebagaimana adanya atau sebagai seorang pribadi.
(3). Memberikan advice atau merencanakan program apa yang dilakukan (program kegiatan). Disini konselor harus bertitik tolak dari tujuan, maupun pandangan dan sikap klien yang mungkin dikaitkan dengan data yang diperoleh dari hasil diagnosis terdahulu. Ada tiga metode yang dapat dipergunakan konselor didalam memberikan nasihat kepada klien diantaranya :
            (a). Secara langsung
Konselor secara langsung dan terbuka mengemukakan pendapatnya pada klien.
(b). Konselor mengatakan pendapatnya secara langsung yang sekaligus dapat mempengaruhi klien untuk melihat sendiri hasil dari berbagai kemungkinan tindakan yang dapat dipilihnya.
(c). Menerangkan
E.G. Williamson, menyatakan bahwa metode menerangkan ini adalah yang paling baik dan memuaskan. Konselor secara hati-hati dan pelan menerangkan hasil diagnosis dan menunjukkan berbagai kemungkinan untuk mengembangkan potensi klien.
(4). Melaksanakan rencana
Sesuai dengan apa yang telah dipilih dan diputuskan oleh klien, konselor membantu klien dalam melaksanakan keputusan atau rencana kegiatan yang dipilih, misalnya : membantu program belajar (program harian, mingguan, bulanan, dan semester).
(5). Mereferaal ke ahli lain
Apabila ternyata untuk melaksanakan rencana atau keputusan itu konselor yang tidak bisa (tidak memiliki kemampuan atau diluar batas kemampuan dan wewenangnya) melakukan sendiri, konselor dapat mereferaal (merujuk) klien tersebut pada ahli lain yang berwenang, memiliki kemampuan sesuai dengan yang dihadapi klien.

(f). follow-up
       Langkah follow up atau tindak lanjut adalah suatu langkah penentuan afektif tidaknya suatu usaha konseling yang telah dilaksanakannya. Langkah ini merupakan langkah membantu klien melakukan program kegiatan yang dikehendaki atau membantu klien kembali memecahkan masalah-masalah baru yang berkaitan dengan masalah semula.

2.    Alat Pengumpulan Data dalam Konseling Klinikal
A.   Teknik Observasi
(a). Pengertian observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki.
Observasi itu sendiri mempunyai pengertian yang sempit dan juga pengertian yang luas. Dalam arti yang sempit observasi berarti mengamati secara langsung terhadap gejala yang ingin diselidiki. Sedangkan observasi dalam arti luas berarti mengamati secara langsung maupun tidak langsung gejala yang diselidiki.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa observasi adalah proses mengamati tingkah laku siswa dalam situasi tertentu. Situasi yang dimaksud dapat berupa situasi yang sebenarnya (alamiah) dan bisa situasi yang diciptakan (eksperimental).
Alat pengumpul data yang dapat digunakan dalam melakukan observasi ialah menggunakan catatan anekdot (blanko observasi). Blanko observasi dapat digunakan oleh pembimbing sebagai alat bantu dalam mencatat dan mendeskripsikan tingkah laku siswa yang sedang diamati.
Hal yang perlu diperhatikan dalam observasi oleh pembimbing ialah mencatat hanya apa yang nyata terjadi, dan tidak mencapur adukkan dengan berbagai komentar atau interpretasinya terhadap tingkah laku siswa yang diamatinya.

(b). Fungsi observasi dalam konseling
Dalam proses hubungan konseling, konselor bertatap muka dengan klien (siswa). Dalam hubungan ini biasanya dipergunakan secara bersamaan dua teknih yaitu observasi dan interview. Informasi tentang diri klien didapatkan melalui interview dengan klien itu sendiri, atau juga berdasarkan informasi yang diperoleh dari orang lain secara langsung mengenai diri klien.
Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi dari observasi dalam kaitannya dengan konseling disamping untuk memperoleh gambaran dan pengetahuan serta pemahaman tentang diri klien, juga berfungsi untuk menunjang untuk melengkapi bahan-bahan yang diperoleh melalui interview (wawancara).
(c). Jenis-jenis teknik observasi
Para ahli sering mengelompokkan jenis-jenis observasi sesuai dengan tujuan dan lapangannya. Marie Jahoda dkk., dalam bukunya berjudul:
 Research Methods in Social Relation (1957), mengelompokkan teknik observasi atas tiga macam, yaitu: “Participant observation, systemic observation, and observation in standardized experimental or test situation.”
Observasi partisipasi umumnya dipergunakan untuk penelitian yang bersifat eksploratif. Suatu observasi disebut observasi partisipasi bila observer turut mengambil bagian dalam kehidupan observasi.
Observasi sistemik sering pula diberinama observasi berkerangka. Sebelum mengadakan observasi terlebih dahulu dibuat kerangka tentang berbagai faktor dan ciri-ciri yang akan diobservasi.
Observasi eksperimental ialah suatu observasi yang memiliki ciri-ciri yaitu:
(1). Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga observer tida mengetahui diadakannya observasi.
(2). Dibuat variasi situasi untuk menimbulkan tingkah laku tertentu.
(3). Observasi diadakan pada situasi yang seragam.
(4). Situasi ditimbulkan atau dibuat sengaja.
(5). Faktor-faktor yang tidak diinginkan pengaruhnya dikontrol secermat mungkin .
(6). Segala aksi reaksi dari observasi dicatat dengan teliti dan cermat.

(d). Beberapa alat pembantu observasi
Alat pencatat observasi sering juga disebut pedoman observasi, yang perlu dipersiapkan sebelumnya dan dengan sebaik-baiknya. Beberapa alat pembantu observasi diantaranya:
(1). Catatan anekdot
Catatan anekdot adalah menggambarkan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam situasi seperti adanya. Ada tiga catatan anekdot diantarnya sebagai berikut:
(a). Catatan anekdot tipe deskriptif
Ialah suatu catatan anekdot yang menggambarkan tingkah laku yang terjadi tanpa dibarengi oleh komentar atau interpretasi konselor.
(b). Catatan anekdot tipe interpretatif
Ialah suatu catatan anekdot yang menggambarkan tingkah laku nyata yang terjadi tanpa disertai interpretasi konselor terhadap tingkah laku tersebut.
(c). Catatan anekdot tipe evaluatif
Ialah suatu catatan anekdot yang mendeskripsikan tingkah laku yang dapat dipergunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan tingkah laku klien yang bersangkutan.

(2). Daftar cek
(a). Pengertian daftar cek
Merupakan suatu daftar yang mengandung atau mencatat faktor-faktor yang ingin diselidiki atau diamati, yang berisi aspek-aspek yang mungkin terdapat dalam suatu situasi, tingkah laku maupun kegiatan individu yang sedang diamati.
(b). Fungsi daftar cek
Fungsi daftar cek berkaitan dengan proses konseling adalah sebagai alat pencatat hasil observasi situasi, tingkah laku, ataupun kegiatan individu yang diamati.
(c). Manfaat daftar cek
Daftar cek bermanfaat untuk mendapatkan faktor-faktor yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.
(d). Karakteristik daftar cek yang baik
o  direncanakan secara sistematis
o  sesuai dengan yang ingin dicapai atau yang dirumuskan terlebih dahulu
o  berupa format yang efisien dan efektif
o  dapat diperiksa validitas, reliabilitas, dan ketepatannya
o  hasil pengecekan diolah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
o  bersifat kuantitatif

B.   Teknik Komunikasi
Berkaitan dengan pengumpulan data dalam konseling, maka salah satu prinsip dalam komunikasi adalah konselor mengkomunikasikan maksud pengumpulan data kepada klien. Mengkomunikasikan hal semacam ini tidak dapat dilakukan dalam observasi. Alat-alat pengumpulan data yang dapat digunakan dalam teknik komunikasi dapat berupa testing maupun non testing.
(a). Jenis-jenis pengumpulan data non-testing
(1). Wawancara
Ialah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab antara interviewer (penanya) dengan interviewee (responden=penjawab).
Unsur-unsur wawancara :
(a). Face to face,
(b). Secara lisan
(c). Memiliki tujuan tertentu
Untuk mencapai tujuan wawancara yang baik perlu disusun suatu pedoman wawancara yang rinci dan sistematis.
(2). Daftar cek masalah
Ialah seperangkat pertanyaan yang menggambarkan jenis-jenis masalah yang mungkin dihadapi klien. Atau daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk merangsang atau memancing pengungkapan masalah yang pernah dan sedang dialami, atau masalah yang dirasakan atau masalah yang tidak dirasakan oleh seseorang.
(3). Angket atau kuesioner
Ialah seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh responden, yang digunakan untuk mengubah berbagai keterangan yang langsung diberikan oleh responden menjadi data, serta dapat pula digunakan untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman yang telah dialami pada saat ini.
Keterangan yang didapatkan diubah menjadi data kuantitatif (angka-angka) dengan cara menghitung jumlah responden yang memberikan jawaban. Angket atau kuesioner sebagai alat pengumpul data mempunyai ciri khas yang membedakan dengan alat pengumpul data lainnya.
Ciri khas angket itu terletak pada pengumpulan data melalui daftar pertanyaan tertulis yang disusun dan disebarkan untuk mendapatkan informasi dari sumber data yang berupa orang.
(4). Sosiometri
Ialah alat yang dipergunakan untuk mengungkap hubungan sosial siswa di dalam kelompoknya. Dengan kata lain sosiometri banyak digunakan untuk mengumpulkan data tentang dinamika kelompok. Sosiometri dapat pula dipergunakan untuk mengetahui popularitas seseorang dalam kelompoknya, serta meneliti kesukaran seseorang terhadap teman-teman sekelompoknya baik dalam kegiatan belajar, bermain, bekerja, dan kegiatan-kegiatan kelompok lainnya.
Dengan mengetahui keadaan seseorang dalam kelompoknya, konselor dapat mengidentifikasi siswa mana yang terisolir atau dikucilkan oleh teman-temannya. Data sosiometri merupakan dasar untuk memberikan bantuan dalam memperbaiki hubungan sosial individu dalam kelompoknya, misalnya: dengan jalan membentuk suatu kegiatan berkelompok tertentu.

(b). Jenis-jenis alat pengumpul data testing
Jenis-jenis alat pengumpul data yang bersifat testing di dalam pelaksanaannya berupa tes psikologis, diantaranya ialah:
(1). Tes hasil belajar (Achievement test), yang mengukur apa yang telah dipelajari dalam berbagai bidang studi. Ada tes khusus yang meneliti penguasaan materi mata pelajaran tertentu saja; ada pula tes yang meliputi materi beberapa mata pelajaran dalam lingkup yang agak luas, yang menghasilkan skor-skor terpisah (subtest) untuk saling dibandingkan (achievement battery; survey test). Tipe tes hasil belajar yang khusus adalah tes kesiapan, yang bertujuan memperkirakan sampai seberapa jauh subjek dapat mengambil manfaat dari suatu program pendidikan, misalnya testing dalam keterampilan membaca dan penalaran numerik menjelang saat masuk sekolah dasar (readiness test; prognotic test). Tipe khusus yang lain adalah tes diagnostik yang meneliti sebab-sebab timbulnya kesulitan dalam mempelajari bidang-bidang studi tertentu, agar siswa dapat ditolong dalam mengatasi kesulitan dan melengkapi kekurangannya (diagnostic test). Akhir-akhir ini dikembangkan tipe yang baru, yaitu tes kompetensi, yang menuntut para siswa untuk menunjukkan taraf penguasaan dalam keterampilan-keterampilan dasar, seperti membaca, menulis, dan berhitung (competency test).
(2). Tes kemampuan intelektual, yang mengukur taraf kemampuan berpikir, terutama berkaitan dengan potensi untuk mencapai taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (mental ability test; academic ability test; scholastic aptitude test). 
(3). Tes kemampuan khusus atau tes bakat khusus, yang mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam bidang tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang pekerjaan tertentu; lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (test of specific ability; aptitude test).
(4). Tes minat, yang mengukur kegiatan-kegiatan macam apa yang paling disukai seseorang. Tes ini bertujuan membantu seseorang dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling sesuai baginya (test of vocational test).
(5). Tes perkembangan vokasional, yang mengukur taraf perkembangan seseorang dalam hal kesadaran ketika memangku suatu kerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan ciri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan sosial-ekonomis; dan dalam menyususn serta mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Tes semacam ini, meneliti taraf kedewasaan  seseorang dalam mempersiapkan diri bagi partisipasinya dalam dunia kerja (career maturity).
(6). Tes kepribadian, yang mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, seperti sifat karakter, sifat tempramen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi sosial dengan orang lain, serta bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri. Termasuk dalam kelompok tes ini : tes projektif (projective test) yang meneliti sifat-sifat kepribadian seseorang melalui reaksi-reaksinya terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian (personality inventory; adjustive inventory) yang meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisis jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi, atau reaksi emosional, yang khas untuk orang itu.

C.  Teknik Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu cara pengumpulan data dengan menggunakan dokumen-dokumen sebagai sumber data.
Cara pengumpulan data dengan menggunakan dokumen sebagai sumber data berkaitan dengan proses hubungan konseling klinikal yaitu :
(a)    Buku rapor
(b)   Buku induk murid (legger)
(c)    Catatan kesehatan siswa
(d)   Rekaman

D.  Penggunaan Alat – Alat Pengumpul Data salam Konseling Klinikal
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang konselor/pembimbing dalam menggunakan alat-alat pengumpul data, diantaranya ialah :
(1)   Setiap pengumpul data yang direncanakan harus jelas manfaatnya, keterbatasannya, hubungannya dengan alat-alat lain, serta ada kesesuaian alat-alat tersebut dengan tujuan yang ingin dicapai.
(2)   Penggunaan alat-alat pengumpul data harus direncanakan dengan matang dan dipadukan dengan tujuan yang ingin dicapai.
(3)   Berbagai contoh alat-alat pengumpul data yang ada dalam buku-buku, acuan-acuan, literatur, buku kurikulum dapat disempurnakan  atau dipakai sesuai dengan keperluan masing-masing atau pembimbing sekolah.
(4)   Alat-alat pengumpul data yang ada dan akan dipergunakan hendaknya diusahakan ada petunjuk pemakaiannya atau manualnya.
Konselor/pembimbing hendaknya berusaha kreatifuntuk mengembangkan, melengkapi, dan mendapatkan alat-alat data yang belum dimilikinya

2 komentar:

  1. Maaf, kalo boleh tau referensi untuk makalah ini dari mana ya? terima kasih

    BalasHapus
  2. Borgata Hotel Casino & Spa - MapYRO
    Find casinos, motels, and other lodging 안동 출장마사지 near Borgata 전주 출장마사지 Casino & Spa 목포 출장안마 in Atlantic City, 인천광역 출장안마 NJ. Find 충청남도 출장마사지 reviews and discounts for AAA/AARP members, seniors,

    BalasHapus